Memberitahu Anak Bila Salah, Bagaimana Sikap Orangtua Seharusnya ?
Memberitahu Anak Bila Salah, Bagaimana Sikap Orangtua Seharusnya ? anda melakukan suatu kesalahan atau berbuat yang tidak tepat, yang membahayakan, atau yang dapat merugikan masa depannya, bagaimana anda bersikap? Bagaimana cara anda agar anak menyadari kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi? Bila anda melakukan komunikasi negatif dengan cara mengancam, menuduh, atau mencelanya, jangan harap anak anda akan berubah sikap dan menyadari kesalahannya. Sebaliknya, mungkin ia akan rendah diri, hilang kepercayaan dan balik menyalahkan orang tuanya atau menyalahkan orang lain. Dampak lainnya, hubungan dengan anda sebagai orang tua akan lebih berjarak. Cobalah menerapkan komunikasi positif. Anak akan lebih mudah mencerna kalimat positif daripada mendengar kalimat negatif atau larangan, meskipun artinya sama.
Berkomunikasi yang positif mampu menghasilkan perubahan perilaku pada anak. Memungkinkan terjadinya saling pengertian antara orang tua dan anak. Apa yang dikehendaki oleh orang tua dapat dimengerti oleh anak atau demikian pula sebaliknya. Anak akan merasa aman dan nyaman bila berkomunikasi dengan orang tua sehingga tumbuh rasa diri berharga dan berujung perubahan sikap. Contohnya, anda melihat si sulung memukul adiknya. Anda spontan mengatakan :“Dasar anak nakal!, jangan memukul adikmu lagi ya”. Cobalah menggunakan kalimat positif dengan mengatakan: “Tanganmu bukan untuk memukul adikmu, tapi tanganmu digunakan untuk hal hal baik”.
Contoh lain, anak anda mencoret-coret dinding rumah sehingga terlihat kotor, maka anda langsung mengancamnya: “Kalau coret-coret lagi di dinding, ibu jewer telingamu!”. Cobalah mengatakannya dengan ungkapan lain, seperti “Dinding bukan untuk digambar. Kalau mau menggambar di kertas saja ya”. Cobalah juga mengganti kalimat negatif seperti kata “jangan”, “tidak boleh”, “dilarang” dengan kalimat positif yang semakna dengannya. Misal, ketika terlihat si anak sedang asyik naik-turun tangga yang bisa membahayakannya, anda dapat menegurnya dengan menggunakan kalimat persuasif, “Mainnya di lantai bawah saja, yuk!” sebagai pengganti dari kalimat negatif berikut, “aduh, jangan main di tangga, nanti jatuh!”. Contoh lain; seperti “Kalau nonton TV jangan dekat-dekat”, menjadi “Kalau nonton TV, mundur lagi, duduk di sofa”. “Mainan jangan dimasukin mulut”, diubah menjadi “Yang boleh masuk ke mulut, makanan dan minuman”. Memang, tujuan kedua kalimat itu, positif dan negatif, sama, yakni agar si anak berubah sikap dan menyadari kesalahannya. Tapi cobalah belajar mengungkapkan kalimat positif setiap hari dan lihatlah dampaknya. Tidak hanya berubah sikap, tapi anak anda juga akan aman dan nyaman berada di samping anda. Insya Allah.
Lantas, apa yang harus kita lakukan (sebagai orang tua ataupun guru) jika mendapati anak melakukan kesalahan?
- Cari latar belakang munculnya masalah tersebut. Ketidakpahaman terhadap suatu masalah, bisa menyebabkan anak melakukan kesalahan. Kenali lingkungan sekita anak, dengan siapa saja ia bergaul karena bisa jadi ada tarikan negatif terhadap sikap dan perilaku anak. Atau, bisa juga melihat layanan yang diberikan kepada anak, bisa jadi ada layanan atau sentukan yang kurang, sehingga anak sengaja melakukan kesalahan untuk mencari perhatian orangtua dan gurunya.
- Fokus pada perbaikan dan penyembuhan. Jika anak melakukan kesalahan, maka kita harus membantu mereka keluar dari kesalahannya, bisa dilakukan sendiri oleh orang tua atau guru, atau melibatkan orang lain.
- Bersikap rasional jangan emosiaonal. Emosi yang meledak-ledak dari orangtua atau guru justru akan semakin menjauhkan anak dari jangkauannya. Sehingga, ‘marah’ bukanlah solusi. Perlu bersabar dan bersikap tenang, agar mampu berpikir rasional dalam mencari solusi perbaikan dan membersamai anak kita keluar dari kesalahannya.
- Jadikan kesalahan sebagai sarana pembelajaran bagi kita dan anak kita. Kesalahan dan kegagalan adalah pengalaman hidup yang berharga, untuk orang dewasa maupun anak-anak. Sebuah pepatah mengatakan “We learn from our mistakes”. Belajar mengatasi perasaan negatif seperti malu, frustrasi, dan rasa bersalah, serta memikirkan solusi untuk memperbaiki kesalahan, adalah keterampilan yang penting agar kita bisa menjadi individu yang tangguh dan pantang menyerah. Dan layaknya keterampilan lain, hal ini tidak berkembang dengan sendirinya.
- Menjadi orangtua dan guru yang pemaaf. Pemaaf bukan mengabaikan kesalahan. Sebaliknya, pemaaf adalah memberikan perhatian yang penuh dalam rangka melakukan perbaikan serta menemukan nilai positif dari kesalahan. Semoga kita semua menjadikan kesalahan sebagai sarana menggapai kebaikan, baik bagi anak maupun sebagai orangtua atau guru. (Wallahu A’lam)
Source; kemendikbud.co.id, kompasiana.com